DPR dan Pemerintah Minta Penjadwalan Ulang Sidang Uji UU Minerba

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil Pasal I angka 4 yang memuat perubahan Pasal 6 ayat (1) huruf j dan Pasal I angka 26 yang memuat perubahan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) pada Senin (23/9/2024). Sidang ketiga untuk Perkara Nomor 77/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Rega Felix ini beragendakan mendengarkan keterangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah).

Namun, Pemerintah dalam persidangan memohon penundaan sidang karena belum siap dengan keterangan yang akan disampaikan dalam persidangan. Sementara DPR RI telah mengirimkan surat pada 19 September 2024 lalu untuk penjadwalan ulang sidang.

“Seharusnya sidang hari ini untuk mendengarkan keterangan DPR RI dan Pemerintah, tetapi berdasarkan pemberitahuan Kepaniteraan, penyampaikan keteranagn belum bisa disampaikan oleh Presiden dan DPR RI. Sehingga sidang selanjutnya akan kembali dilaksanakan pada Senin, 14 Oktober 2024 pukul 10.30 WIB. Oleh karena itu, para pihak agar hadir dan Pemerintah agar tidak ada lagi penundaan karena peradilan cepat dan berbiaya ringan adalah hal yang ingin dituju oleh para pencari keadilan,” kata Ketua MK Suhartoyo dari Ruang Sidang Pleno MK.


Baca juga:

Prioritas Pengelolaan Tambang ke Ormas Dipertanyakan

Advokat Perjelas Makna “Prioritas” dalam Uji Pengelolaan Tambang oleh Ormas


Sebelumnya, seorang advokat sekaligus dosen, Rega Felix, mengajukan pengujian materiil Pasal I angka 4 yang memuat perubahan Pasal 6 ayat (1) huruf j dan Pasal I angka 26 yang memuat perubahan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana Perkara Nomor 77/PUU-XXII/2024 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bersama dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Arsul Sani ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (24/7/2024).

Rega yang hadir langsung di persidangan mengatakan bahwa kebijakan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada ormas keagamaan tidak memenuhi parameter untuk dapat diterapkan sebagai kebijakan afirmatif berdasarkan UUD 1945. Sejatinya Pemerintah masih dapat melaksanakan penawaran secara prioritas sepanjang tidak menggunakan pertimbangan berdasaran suku, agama, ras, dan antargolongan. Jika prioritas tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan tersebut, maka telah jelas bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Karena makna “prioritas” dalam norma pasal yang diuji tidak jelas batasannya dan dapat menciptakan self-reference norm kepada presiden.

Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan frasa “melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas” dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf j sebagaimana telah dirubah berdasarkan Pasal I angka 4 UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas tanpa didasari kepada pertimbangan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan”. Kemudian meminta klausul “Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat” dalam Pasal 35 Ayat (1) sebagaimana telah dirubah berdasarkan Pasal I angka 26 UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat tanpa didasari kepada pertimbangan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan”.

 

Penulis: Sri Pujianti

Editor: N. Rosi

Humas: Fauzan F.

 

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi