Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UI Kunjungi MK

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia berkunjung ke Gedung Mahkamah Konstitusi, Jum’at (23/11) siang. Rombongan mahasiswa tersebut diterima oleh Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK Guntur Hamzah di ruang Konpers Lt. 4 Gedung MK. Pada kesempatan tersebut, Guntur memberikan kuliah singkat.

Guntur Hamzah mengawali kuliah singkatnya dengan menjabarkan tentang sejarah Judicial Review (JR). Dia menuturkan, peristiwa pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar pertama kali dilakukan oleh Hakim Agung John Marshal di Amerika Serikat. Saat itu, John Marshal menangani perkara antara William Marbury vs James Madison.

Pada prinsipnya, John Marshal ketika itu menyatakan, meskipun tidak ada ketentuan yang memberikan kewenangan kepada dirinya untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, namun dirinya terikat dengan sumpah jabatan sebagai hakim agung. Yang mana, di salah satu sumpahnya, dia punya kewajiban untuk menegakkan konstitusi. Akhirnya, peristiwa ini kemudian menjadi peristiwa penting dalam pengembangan konsep JR di kemudian hari. “Itu merupakan kasus besar. Perseteruan antar elit politik dimasa itu,” ungkap Guntur.

Selanjutnya, adalah Hans Kelsen, ilmuwan dari Austria yang mencetuskan JR dan menyatakan perlunya pengadilan khusus (baca: mahkamah konstitusi) yang berwenang untuk melakukan JR. Mengutip pandangan Hans Kelsen, Guntur menjelaskan, pentingnya keberadaan mahkamah konstitusi adalah untuk menjaga peraturan perundangan-undangan agar tetap sesuai UUD atau konstitusi. “Karena, UU itu produk legislasi,” katanya. Sehingga ada kemungkinan tidak sesuai dengan UUD.

Selain itu, Guntur juga menyinggung tentang usulan M. Yamin yang ingin memasukkan konsep JR dalam sistem hukum Indonesia. Namun, ketika itu, usulan tersebut mendapat penolakan dari Soepomo. Akhirnya, usulan Yamin batal disetujui. Akan tetapi, setelah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, pada masa reformasi 1998, konsep JR atau pengujian UU terhadap UUD disepakati. Dan, pengujian konstitusionalitas UU tersebut dilakukan oleh suatu badan peradilan tersendiri, yakni oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Disamping sejarah MK tersebut, Guntur juga menjelaskan tentang upaya-upaya MK dalam melaksanakan kewenangannya. Dia juga menjelaskan tentang visi dan misi MK. Visi MK, tuturnya, adalah tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.

Dalam mewujudkan visi misinya, tutur Guntur, salah satu yang dilakukan MK adalah dengan membuka akses lebar-lebar terhadap masyarakat. Contohnya, putusan MK langsung dapat diperoleh oleh para pihak yang berperkara sesaat setelah pembacaan putusan. Bahkan, naskah putusan tersebut, beberapa menit kemudian dapat diperoleh dengan men-download dari laman resmi MK, www.mahkamahkonstitusi.go.id.

Semua ikhtiar MK itu ialah untuk mewujudkan masyarakat yang ‘melek’ konstitusi. Sebab konstitusi adalah milik semua orang. Dan, menurut Guntur, itu semua sebenarnya adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa. “Keinginan untuk menginternalisasikan dan membumikan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi adalah urusan kita semua,” papar Guntur. “Tidak perlu tahu semua isi konstitusi, cukup perilaku kita sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila dan Konstitusi.” (Dodi/mh)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi