Saksi Yopi-Sapto Tuding Balik Pihak Suka-Hamdi Lakukan Pelanggaran Pemilukada Kab. Tebo

Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mendengar keterangan saksi Pihak Terkait (Pasangan Yopi-Sapto) pada sidang PHPU kabupaten Tebo, Jambi, rabu (6/4). Saksi Pihak Terkait pada persidangan yang dihadiri prinsipal Pemohon dan pihak Terkait itu tuding balik pihak Pemohon (Suka-Hamdi) yang lakukan berbagai pelanggaran Pemilukada.
 
Erianto, salah satu saksi pihak Terkait, menampik tuduhan yang dilontarkan saksi Pemohon, Supeno,  pada persidangan sebelumnya mengatakan dirinya terlibat money politic. Erianto mengatakan ketika ia ke daerah Wiloto Agung, ia tidak dalam rangka membagi-bagikan uang dan atribut salah satu pasangan calon. “saya ke Wiloto Agung dalam rangka mengambil undangan mutasi ke Kepala Bagian Umum Kecamatan Rimbo Bujang,” ujar Erianto menampik tudingan Supeno, saksi Pemohon.
 
Ia juga membenarkan bahwa dirinya kala itu sedang membawa uang, namun uang tersebut bukan untuk dibagi-bagikan kepada warga. Uang tersebut dimaksudkan sebagai uang operasional bagian umum. Uang yang Erianto bawa juga tidak sebesar seperti yang dikatakan Supeno, yaitu 600 juta rupiah, melainkan hanya 5 juta rupiah saja.
 
Erianto kemudian justru menuding balik, dirinya diintimidasi dengan dicegatnya mobil yang sedang ia tumpangi bersama supirnya. Pencegat yang dikatakan dari pihak Suka-hamdi itu juga dikatakan olehnya melakukan tindakan yang membuatnya merasa tertekan, yaitu mengetok-ketok pintu mobilnya. Orang-orang yang menggedor pintu mobilnya itu juga semakin tampak “sangar” karena menggunakan masker yang hanya memperlihatkan bagian mata dan hidungnya.
 
Tudingan balik juga dilancarkan oleh saksi pihak Terkait, Linawati, warga Rimbo Mulyo, Kecamatan Rimbo Bujang. Lina mengatakan pada tanggal 2 Februari 2011 yang lalu ia mengatakan di daerahnya diadakan pengajian BKMT di mushola milik Bapak Sumarno. Di pengajian itu hadir istri dari Hamdi, yaitu Dewi Hamdi. Saat itu Dewi Hamdi memberikan uang kepada Ketua Wirid Yasin, Umi, sebanyak 1 juta rupiah. Sembari memberi uang itu Dewi Hamdi, seperti yang dikatakan Lina, meminta ibu-ibu pengajian memilih pasangan Suka-Hamdi. “Ya saya melihat sendiri di depan mata saya sendiri,” ujar Lina meyakinkan Panel Hakim bahwa ia memberikan keterangan yang dapat dipercaya.
 
Di pengajian lain yang tidak jauh dari tempat pengajian pertama yang didatangi Linawati, juga terdapat pembagi-bagian jilbab. Lina yang juga hadir pada pengajian itu mengaku tidak diberi jatah jilbab karena dianggap memihak pasangan nomor urut 3, Yopi-Sapto.
 
Hal senada juga diungkapkan Seniwati, saksi pihak Terkait asal Desa Sumber Agung. Seniawati mengaku melihat Saniatul, istri Calon Bupati Sukandar memberikan uang 100 ribu rupiah di pertemuan BKMT. Selain itu, Seniawati juga melihat PNS di sekitar kediamanannya yang dikenalinya seperti, Erlinda dan Subari, mengajak masyarakat untuk memilih pasangan nomor urut 1, Sukandar-Hamdi. “Di daerah saya justru yang melakukan money politic dan keterlibatan PNS yaitu pasangan nomor urut satu (Suka-Hamdi),” tukas Seniawati dihadapan Panel Hakim yang berannggotakan Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva.

Teror
Baik Linawati dan Seniwati mengaku diteror oleh orang yang tidak dikenalnya melalui pesan pendek ke telepon genggam miliknya. “apabila saya tidak memilih nomor satu saya akan disingkirkan dari warga situ. Saya sudah lapor ke kades, tapi tidak ada tanggapan,” ungkap Linawati.
 
Sedangkan Seniwati mengaku, setelah pelaksanaan Pemilukada berlangsung dirinya menerima pesan singkat yang berisikan teror. “Saudara Seniwati adalah target pertama kami . kamu dan seluruh keluarga kamu akan saya habisi. Begitu bunyi SMS-nya,” ujar Seniwati yang dilanjutkan pernyataan ketidaktahuannya mengenai siapa pengirim pesan pendek tersebut setelah ditanya Akil.
 
Saksi lainnya yang mengaku diteror, yaitu M. Khoiruddin, Ketua RT 09, Desa Penapalan. Setelah pelaksanaan Pemilukada, tepatnya tanggal 13 Maret, Khoirudin mengaku diintimidasi oleh tim sukses Suka-Hamdi. “saya diintimidasi karena dituduh membagi-bagikan uang. Yang mengintimidasi saya dua orang preman, yaitu Guntur dan Sab yang mendatangi rumah saya dan menjemput saya untuk dibawa ke Rimbo Bujang,” papar Khoiruddin.
 
Lebih lanjut, Khoiruddin mengaku, sesampainya di tempat yang dituju, malam hari tanggal 13 Maret itu, ia dipaksa untuk mengakui bahwa memang benar ia membagi-bagikan uang untuk memenangkan pasangan Yopi-Sapto. Karena ketakutan dan merasa terancam, Khoiruddin menuruti permintaan kedua preman itu. “Karena saya takut, maka saya putuskan untuk bilang seperti yang mereka minta. Saat itu saya direkam dan di foto-foto saat mengatakan itu. Saya juga disuruh menandatangani sudah dalam kondosi letih,” tutur Khoiruddin yang mengaku baru dipulangkan pukul lima pagi keesokan harinya. (Yusti Nurul Agustin/mh)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi