Sekjen MK: UU Administrasi Pemerintahan Lahir Sebagai Sarana Akselerasi Pelayanan Publik

JAKARTA, HUMAS MKRI - Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan lahir sebagai upaya akselerasi bagi para birokrat dalam melakukan berbagai layanan kepada publik secara cepat. Demikian kalimat pembuka yang disampaikan Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah saat menjadi salah satu pemateri dalam webinar bertajuk “Refleksi 6 Tahun UU Nomor 30 Tahun 2014: Menilik Kualitas Pelayanan Publik danReformasi Birokrasi di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi NegaraFakultas Hukum Universitas Andalas pada Sabtu (17/10/2020).

 

Dalam materi berjudul “UU Administrasi Pemerintahan dan Pelayanan Publik di Mahkamah Konstitusi” ini, Guntur memaparkan bahwa gagasan awal dari UU Administrasi Pemerintahan ini sebenarnya mencakup berbagai undang-undang yang saling terkait secara materiil. Sehingga norma ini dibuat menjadi satu paket norma agar terwujudnya suasana tertib beradministrasi dalam memberikan  pelayanan cepat guna terciptanya cita-citagood government di Indonesia.

 

Lebih jelas Guntur mengungkapkan, bahwa good government adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengelola suatu negara dengan melihat rakyat sebagai pihak yang dilayani. Di Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri, sambungnya, implementasi dari UU Administrasi Pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita good governmentini telah diselaraskan pula melalui visinyasebagai peradilan modern. Artinya, dalam peningkatan layanan publik ini MK tidak hanya mengadopsi berbagai teknologi sebagai alat bantu kerja, tetapi juga menerapkan pola pikir serta budaya memajukan dalam melaksanakan tata administrasi pada lembaganya.

 

Guntur melanjutkan kemajuan ICT (information, communication, technology) di MK telah mampu menjadi alat untuk memangkas waktu dan akurasi kerja sehingga membuat hasil kerja lebih berbobot. Dalam penerapan hal tersebut, MK dalam sistem kerjanya juga memegang teguh prinsip integritas,budaya bersih, dan trust-worthy sebagai upaya mewujudkan proses kerja yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel sehingga dijauhkan dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

 

“Jadi di MK, mulai dari niat kerja, cara berpikir, dan lingkungan pun harus bersih serta ritme kerja pun dipandu dengan cara kerja yang bersih,” jelas Guntur dalam acara yang ikut dihadiri oleh Dekan Fakuktas Hukum Unand Busyra Azheri, Ketua Bagian HAN FH Unand Gusminarti, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Oce Madril, dan para dosen serta mahasiswa FH Unand secara virtual dari kediaman masing-masing.

 

Sinergisitas Lembaga

Dalam kerangka melihat UU Administrasi Pemerintahan ini, Guntur mengutarakan bahwa di lingkungan MK pelaksanananya didorong dengan menerapkan pola “I to power of five judiciary” yang terdiri atasindependensi, integritas, imparsialitas, integrasi, dan interkoneksi. Melalui kombinasi antara karakter lembaga peradilan modern dengan filosofi yang ada dalam UU Admnistrasi Pemerintahan ini, MK mendapati adanya bantuan kedinasan. Sesungguhnya, jelasnya, hal ini sulit dipahami karena sangat dekat dengan kesalahpahaman atas aspek gratifikasi. Padahal yang dituju dalam UU ini agar antarlembaga dalam pemerintahan dapat melakukan dan meminta bantuan sesuai dengan kapasitasnya dalam konteks peningkatan kinerja lembaga. Namun, diakui Guntur jika wujud dari bantuan kedinasan ini disalahgunakan maka lembaga atau pihak yang ada di dalamnya dapat terpeleset pada suap.

 

“Maka untuk mengantisipasi semua itu, MK menjaganya dengan memegang teguh prinsip integrity, clean, and trust-worthy serta melakukan sinergisitas lembaga sehingga peningkatan pelayanan publik yang dimaksudkan dapat tercapai dengan baik,” jelas Guntur yang merupakan Guru Besar Fakultas  Hukum Universitas Hasanuddin.

 

Selain melakukan sinergisitas lembaga, MK dalam tubuh lembaganya telah melakukan percepatan dengan penerapan dokumen elektonik yang juga telah diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan ini. Melalui norma ini, MK dan lembaga-lembaga pemerintahan yang ada di Indonesia sebenarnya telah memiliki kekuatan hukum yang sah seperti halnya dokumen resmi yang selama ini ada. Pada lingkungan MK sendiri, kombinasi antara dokumen fisik dan elekronik telah saling melengkapi dalam rangka memberikan pelayanan publik. Misalnya, melalui SIKD (Sistem Informasi Kearsipan Dinamis) MK semangat dari UU Administrasi Pemerintahan ini telah diwujudkan dalam sebuah sistem yang hingga saat ini telah berjalan dengan baik di MK.

 

“Saya berharap semangat dari UU Admministrasi Pemerintahan ini dapat diadopsi oleh banyak pihak sehingga pengembangan e-governmentdapat terlaksana secara digital dan online, baik oleh organisasi, perguruan tinggi, dan lembaga agar pemerintahan yang efektif dan transparan dapat segera terwujud pada era transformasi digital seperti yang telah diupayakan oleh MK,” ujar Guntur.

 

Untuk diketahui,UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disahkan pada 17 Oktober 2014. UU ini dibuat sebagai tata laksana untuk tertib administrasi pemerintahan di Indonesia guna peningkatan kualitas pelayanan pemerintahan. Produk administrasi pemerintahan ini adalah Keputusan Administrasi Pemerintahan yang disebut juga Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang di dalamnya terkandung atribusi, mandat, dan delegasi. Melalui aturan ini diharapkan pelanggaran birokrasi yang masih rentan pada KKN karena lambat dan rumitnya proses pelayanan publik dapat kemudian ditepis. Dengan demikian asas umum pemerintahan yang baik demi terselenggaranya pemerintahan yang bersih, responsif, dan ramah pada masyarakat dalam payung pemerintahan yang baik dapat terwujud. (*)

 

Penulis : Sri Pujianti

Editor: Lulu Anjarsari

Source: Laman Mahkamah Konstitusi