Advokat Sempurnakan Permohonan Soal Kewenangan Penyidikan oleh Kejaksaan

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materi terhadap tiga undang-undang, yakni Pasal 30 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (UU Kejaksaan), Pasal 39 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) khusus frasa ‘atau Kejaksaan”, Pasal 50 Ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) khusus frasa ‘atau Kejaksaan”, dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa ‘dan/atau Kejaksaan’ Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pada Rabu (12/4/2023).

Reza Setiawan selaku kuasa hukum M. Jasin Jamaluddin (Pemohon) menyampaikan beberapa perbaikan permohonan yan telah dilakukannya di hadapan Majelis Sidang Panel di antaranya penambahan prolog pengujian atas tiga undang-undang sekaligus dalam permohonan Perkara Nomor 28/PUU-XXI/2023 ini. Aturan terbaru terkait kewenangan MK dan memperbaiki kedudukan hukum Pemohon serta telah diperbaikinya alasan permohonan. “Intinya hal-hal mendasari ketiga undang-undang ini bahwa adanya jaminan kesederajatan hukum yang adil. Maka dalam pelakasanaan tugasnya kejaksaan harus mampu mewujudkan kepastian dan ketertiban hukum serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan hukum yang hidup dalam kehidupan masyarakat,” sebut Reza dalam sidang Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

Terkait dengan UU KPK, Pemohon telah menjabarkan pengaturan kewenangan dari KPK sehingga tidak tumpang tindih dengan lembaga terkait dalam penyelesaian tindak pidana sejenis. Senada dengan hal ini, Pemohon juga telah menyempurnakan dengan penyertaan data-data sejumlah penyidikan kasus tindak pidana korupsi.


 

Baca juga:

Advokat Persoalkan Kewenangan Penyidikan oleh Kejaksaan


 

Sebagaimana diketahui, permohonan Nomor 28/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh seorang pengacara bernama M. Yasin Djamaludin. Pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (29/3/2023) lalu, Pemohon mendalilkan sejumlah pasal yang diujikan tersebut inkonstitusional dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan diberikannya kewenangan penyidikan dalam tindak pidana tertentu menyebabkan Kejaksaan menjadi superpower, karena Kejaksaan menjadi memiliki kewenangan lebih, selain melakukan penuntutan jaksa bisa juga sekaligus melakukan penyidikan.

Sementara itu, pemberian wewenang jaksa sebagai penyidik dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan telah membuat jaksa dapat sewenang-wenang dalam melakukan proses penyidikan. Karena, jelas Imelda, prapenuntutan atas penyidikan yang dilakukan oleh jaksa dilakukan sekaligus oleh jaksa juga, sehingga tidak ada kontrol penyidikan yang dilakukan oleh jaksa dari lembaga lain. Karena tidak ada fungsi kontrol tersebut, jaksa sering mengabaikan permintaan hak-hak tersangka, seperti permintaan untuk dilakukan pemeriksaan saksi/ahli dari tersangka dengan tujuan membuat terang suatu perkara.

Dalam kasus konkret yang dialami Pemohon pada 21 Februari 2023, jaksa menyatakan berkas perkara belum lengkap dan akan dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka. Lalu pada 23 Februari 2023, jaksa selaku penyidik belum melakukan pemeriksaan lanjutan kepada tersangka, tetapi justru berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Jaksa Prapenuntutan dan langsung melimpahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum. Selanjutnya, dalam proses penyidikan tersebut, tersangka telah meminta untuk dilakukan pemeriksaan terhadap saksi dan ahli agar perkara menjadi terang. Namun permintaan tersebut diabaikan oleh penyidik dan Jaksa Prapenuntutan.

Untuk itu, Pemohon dalam Petitum permohonan meminta kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan, Pasal 39 UU Tipikor, Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Khusus frasa ‘atau Kejaksaan”, Pasal 50 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) khusus frasa ‘atau Kejaksaan” dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa ‘dan atau kejaksaan’ UU KPK bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Humas: Raisa Ayudhita.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi