Peran Putusan MK dalam Perlindungan Hak Konstitusional

BOGOR, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi penceramah kunci dalam seminar nasional dengan tema “Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi” di Graha Pakuan Siliwangi Universitas Pakuan Bogor, Jawa Barat, Senin, (7/11/2022). Anwar dalam ceramahnya menjelaskan tentang kewenangan MK dalam mengadili perkara.

“MK diberi kewenangan untuk mengadili perkara yang putusannya bersifat final, maknanya tidak ada seorang pun, tidak ada lembaga-lembaga lain yang bisa menolak” kata Anwar.

Selanjutnya Anwar menjelaskan perbedaan MK dengan Mahkamah Agung (MA). Putusan di Mahkamah Agung, baik di pengadilan negeri, pengadilan agama, pengadilan militer, bisa dibanding, diajukan keberatan ke pengadilan tingkat banding.

“Begitu juga dengan pengadilan tingkat banding masih bisa diajukan kasasi, diajukan keberatan di tingkat kasasi. Begitu juga dengan putusan Mahkamah Agung masih diajukan Peninjauan Kembali,” lanjut Anwar.

Anwar mengatakan, seminar ini sangat tepat karena masih banyak warga negara, masih banyak pejabat, baik di pusat mau pun daerah yang tidak paham dengan apa yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Termasuk keberadaan MK dengan putusan-putusannya.

Lebih lanjut Anwar mengungkapkan, selain menguji undang-undang terhadap UUD 1945, MK memiliki sejumlah kewenangan yang lain yaitu memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diatur menurut Undang-Undang Dasar. Kemudian memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, serta memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Anwar menegaskan, konstitusi tidak hanya mengatur masalah hukum, melainkan juga seluruh seluk beluk kehidupan, seluruh seluk beluk masyarakat Indonesia, termasuk juga dalam bidang pendidikan yang menjadi hak konstitusional warga negara. “Apabila ada warga negara yang merasa haknya terlanggar oleh suatu undang-undang, maka tempat mengadu adalah ke Mahkamah Konstitusi,” tegas Anwar.

 

Penafsir Akhir Konstitusi

Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah yang tampil sebagai pembicara pertama dalam seminar ini menjelaskan fungsi MK berdasar kewenangan yang dimilikinya yaitu sebagai pengawal konstitusi, karena memiliki kewenangan untuk melindungi konstitusi. Kemudian MK sebagai pengawal demokrasi, karena memiliki kewenangan untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum.

Fungsi MK berikutnya, sebagai pelindung hak asasi manusia, karena dalam UUD 1945 memuat prinsip-prinsip hak asasi manusia. Selain itu, MK diberi atribut sebagai penjaga ideologi negara, karena MK juga menegakkan nilai-nilai Pancasila yang terdapat pembukaan UUD 1945.

Dikatakan oleh Guntur, MK di berbagai belahan dunia juga dikenal sebagai pelindung hak konstitusional warga negara, sesuai dengan tema seminar ini. Berkaitan dengan hal ini, MK telah membuat pengelompokan 66 hak konstitusional warga negara.

Guntur menambahkan, MK bukanlah penafsir tunggal konstitusi karena siapa pun boleh menafsirkan konstitusi. Namun ketika MK telah menjatuhkan putusan, seluruh lembaga dan warga negara harus patuh pada putusan tersebut. Guntur menegaskan, MK menjadi penafsir akhir dari konstitusi.

 

Beda Pemilukada dengan Pilkada

Pembicara berikutnya, Heru Widodo dalam pemaparannya menjelaskan kewenangan MK dalam memutus dan mengadili sengketa hasil pemilukada dan pilkada. Menurutnya, ada perbedaan aturan dalam penanganan sengketa hasil pemilukada dan pilkada. Pendaftaran sengketa hasil pemilukada dilakukan 3x24 sejak diumumkan. Sementara dalam sengketa pilkada pendaftaran perkara dilakukan dalam rentang waktu 3 hari sejak diumumkan oleh KPU. Heru berpandangan perubahan aturan itu membuat hak konstitusional pemohon berkurang terlebih pemohon memiliki beban pembuktian yang lebih berat.

Heru menjelaskan, sebelumnya penanganan sengketa hasil pilkada telah diputus oleh MK, bahwa kewenangan itu bersifat sementara. Namun berdasar putusan terakhir, lembaga peradilan untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada serentak adalah MK.

 

Asas Legalitas

Dalam seminar yang dipandu oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarkat MK Fajar Laksono selaku moderator, Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, dalam pemaparannya memberikan motivasi kepada para mahasiswa untuk mampu menguasai pola pikir, school of thinking, management skill, communication skill.

Bayu menyoroti MK menjadi lembaga yang penting karena kewenangan yang dimilikinya berdasar konstitusi, bukan karena lembaganya itu sendiri. Menurutnya, MK memiliki kewenangan yang amat penting dalam menjaga hak konstitusional warga negara, serta beberapa hal fundamental lainnya yang ada dalam UUD 1945.

Negara hukum harus berasas legalitas, dimana segala tindakan pemerintahan harus memiliki dasar hukum yang sah. Asas legalitas sudah diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni kepastian hukum, namun demikian tidak ada definisi yang jelas dari kepastian hukum. Pada akhir pemaparannya, Bayu mengatakan bahwa kalau mau hukum kita baik maka harus tertib prosedur dan tertib substansi.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Andi M Asrun, selaku pembicara terakhir mengatakan, MK dalam perjalanannya banyak membuat putusan yang sangat berpengaruh pada kehidupan bernegara. Asrun antara lain menyebut putusan mengenai larangan berpolitik terhadap mantan anggota organisasi terlarang, pasangan calon kepala daerah independen, hak mantan narapidana untuk menduduki jabatan publik, hak pilih warga negara dapat menggunakan hak pilih dengan menggunakan KTP.

Kegiatan tersebut dirangkai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman dan Nota Perjanjian antara MK dengan Universitas Pakuan. Penandatanganan dilakukan oleh Sekjen MK M. Guntur Hamzah dan Rektor Universitas Pakuan, Didik Notosudjono, disaksikan Ketua MK Anwar Usman.

 

Penulis: Ilyam Wiryadi Muhammad

Editor: Nur R.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi