Penyusunan “Grand Design” IT, MK Gelar FGD Penguatan Teknologi Peradilan Modern

JAKARTA, HUMAS MKRI – Dalam rangka penyusunan grand design teknologi peradilan konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema Penguatan Teknologi Peradilan Modern Di Mahkamah Konstitusi secara hybrid baik luring maupun daring, pada Rabu (14/9/2022). Kegiatan tersebut diikuti sebanyak 81 orang pejabat struktural dan fungsional yang merupakan perwakilan Unit Kerja MK dan peserta eksternal dari PT Daya Makara Universitas Indonesia (UI) sebanyak 9 orang.

Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam sambutannya menyebutkan, MK bersahabat dengan teknologi. MK berupaya untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

“Kata Steve Jobs sangat jelas sekali menegaskan bahwa kita diminta bersahabatlah dengan teknologi. Jangan coba-coba melawan teknologi. Barang siapa yang melawan teknologi akan tergilas dengan teknologi, akan ditinggalkan oleh perkembangan teknologi. Jadi, kalau tidak mau berubah ibarat manusia purba, tetapi kalau ada yang berubah adaptif dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, ini menjadi kebanggaan kita karena pondasi tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik yang menjadi program pemerintah sebetulnya itu sudah MK lebih awal menancapkan dengan tagline MK dengan  visi sebagai peradilan modern,” ujar Guntur.

Dikatakan Guntur, seiring dengan proses adaptasi MK terhadap perkembangan teknologi, maka dibutuhkan grand design peradilan konstitusi di MK. Hal ini juga menjadi bagian dari transparansi dan akuntabilitas MK sebagai lembaga peradilan. “Oleh karena itu, kita harus membuat grand design ini. Kita harus menunjukkan semua cara kerja di MK dilakukan secara adil, transparan dan akuntabel. Itu yang terpenting soal hasilnya bisa pro dan kontra,” terang Guntur.

Peradilan Modern dan Tepercaya

Sementara Plt. Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Sigit Purnomo dalam laporannya mengatakan, MK sejak awal pendiriannya telah didesain untuk menjadi lembaga yang modern dan tepercaya. Paradigma modern memiliki pengertian bahwa seluruh kegiatan Mahkamah Konstitusi dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dalam arti kinerja Mahkamah Konstitusi didasarkan pada pola pikir dan tindakan yang aktual-progresif serta meninggalkan pola pikir yang konvensional dalam penyelenggaraan peradilan. Penggunaan inovasi teknologi di Mahkamah Konstitusi menjadi keniscayaan dalam mendukung sistem dan praktik peradilan yang terintegrasi.

“Saat ini, Mahkamah Konstitusi telah memiliki sejumlah aplikasi dan infrastruktur TIK untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi teknis peradilan konstitusi dengan sistem peradilan yang modern dan terpercaya, yaitu Sistim Administrasi Yustisial atau Justice Administration System (JAS) dan Sistem Administrasi Umum atau General Administration System (GAS),” jelas Sigit.

Menurut Sigit, modernisasi instrumen TIK baik pada area Justice Administration System (JAS) maupun General Administration System (GAS) untuk menciptakan teknologi peradilan yang modern dan tepercaya tersebut perlu didukung oleh arah kebijakan strategis yang menggambarkan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam perspektif grand design yang terdiri dari Arsitektur dan Peta Rencana untuk jangka waktu 5 tahun sesuai dengan amanah Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

Lebih lanjut Sigit menegaskan, perumusan grand design teknologi peradilan konstitusi didasarkan pada 3 filosofi pembangunan grand design, yakni filosofi peradilan modern yang pertama adalah I to power of five judiciary (I5 judiciary), yakni Independensi, Integritas, Imparsialitas, Integrasi, dan Interkoneksi. Filosofi yang kedua adalah ETERNAL (ekosistem teknologi peradilan modern dan transformasi budaya digital).Dan, filosofi yang ketiga adalah SSO (Single Sign On).

Tata Kelola Pemerintahan Digital

Dalam sesi I, Cahyono Tri Birowo yang merupakan Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Kementerian PAN RB menyampaikan  ekosistem digital terdiri dari berbagai macam pemangku kepentingan, sistem, dan lingkungan yang saling mendukung, dengan memberdayakan masyarakat melalui pemanfataan teknologi digital untuk mengakses layanan, interaksi dalam masyarakat, dan mengejar peluang ekonomi.

Dia mengatakan, ekosistem digital terdiri dari berbagai macam pemangku kepentingan, sistem, dan lingkungan yang saling mendukung, dengan memberdayakan masyarakat melalui pemanfataan teknologi digital untuk mengakses layanan, interaksi dalam masyarakat, dan mengejar peluang ekonomi.

Prognosis pencapaian Index SPBE, bila Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah menerapkan pembangunan SPBE sudah menggunakan prinsip keterpaduan secara nasional, melalui Arsitektur SPBE. SPBE memiliki visi terwujudnya berbasis elektronik yang terpadu dan menyeluruh untuk mencapai birokrasi dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi. Dan misi melakukan penataan dan penguatan organisasi dan tata kelola sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu; mengembangkan pelayanan publik berbasis elektronik yang terpadu, menyeluruh, dan menjangkau masyarakat luas;  membangun fondasi teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi, aman, dan andal; dan membangun SDM yang kompeten dan inovatif berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Sedangkan, Budi Yuwono yang merupakan Dosen dan Peneliti Senior Bidang Strategi, Kebijakan dan Manajemen Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Adapun materi yang disampaikan adalah mengenai IT Governance pada Ekosistem Teknologi Peradilan Modern dan Transformasi Budaya Digital (ETERNAL) untuk mewujudkan tercapainya Independensi, Integritas, Imparsialitas, Integrasi, dan Interkoneksi (I5). Penilaian indeks SPBE untuk mengukur tingkat kematangan pemanfaatan IT dalam penyelenggaraan peradilan berbasis elektronik.

Budi mengatakan, fungsi arsitektur TIK yakni sebagai dokumentasi kesepakatan antar pemangku kepentingan tentang peran TIK dalam mencapai misi dan menjawab tantangan organisasi.

Langkah dan Strategi Penyelenggaraan SDI

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas Dewo Broto Joko P menjelaskan kebijakan satu data Indonesia terdapat dalam Perpres Nomor 39/2009 tentang Satu Data Indonesia (SDI). SDI dimaksudkan untuk mengatur penyelenggaraan tata kelola data yang dihasilkan oleh Instansi Pusat dan Instansi Daerah untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pembangunan.

Dalam melakukan langkah strategi dan tindak lanjut penyelenggaraan SDI, sambungnya, MK perlu menyusun Peraturan Ketua Mahkamah Konstitusi tentang pelaksanaan Satu Data Indonesia di lingkup Mahkamah Konstitusi. Selain itu, MK juga perlu menunjuk dan menetapkan Unit Kerja yang akan melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Walidata MK, Produsen Data MK, dan Forum Data MK melalui Keputusan Ketua MK.

Sistem Kecerdasan Artifisial

Selanjutnya, Indrabayu yang merupakan Kepala  Lab. Kecerdasan Buatan dan  Multimedia Universitas Hasanuddin mengatakan Kecerdasan buatan yang dapat dipercaya dapat diwujudkan apabila manusia dapat berperan sebagai pengawas melalui mekanisme tata kelola seperti Human-in-the-loop (HITL), mengacu pada kemampuan intervensi manusia dalam setiap siklus keputusan sistem kecerdasan artifisial, Human-on-the-loop (HOTL), mengacu pada kemampuan intervensi manusia selama siklus desain sistem dan memantau operasi sistem dan Human-in-command (HIC), mengacu pada kemampuan mengawasi keseluruhan aktivitas sistem Artificial Intelligence (AI) dan kemampuan untuk memutuskan kapan dan bagaimana menggunakan sistem AI.

Indrabayu mengatakan, ada hal yang tidak dapat digantikan oleh AI. Ia menyebutkan sejumlah hal, di antaranya cara berkomunikasi efektif, memahami perasaan klien, cara memilih strategi hukum yang relevan sesuai kebutuhan dan kebijaksanaan yang dimiliki manusia merupakan hal-hal yang tidak dapat digantikan oleh AI.

Sedangkan, Ismail Fahmi, CEO PT. Media Kernels Indonesia dan Founder Drone Emprit, membahas terkait penerapan teknologi Big Data Analytics pada Ekosistem Teknologi Peradilan Modern dan Transformasi Budaya Digital (ETERNAL) untuk mewujudkan tercapainya Independensi, Integritas, Imparsialitas, Integrasi, dan Interkoneksi (I5).

Untuk diketahui, MK sebagai lembaga yudikatif yang berfungsi melaksanakan tugas teknis peradilan konstitusi juga harus menyusun sistem informasi, yakni Sistem Peradilan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya.

Perumusan Grand Design Sistem Informasi Peradilan Konstitusi yang modern didasarkan pada 3 filosofi pembangunan grand design, yakni: I5 (Independensi, Integritas, Imparsialitas, Integrasi, dan Interkoneksi); ETERNAL (ekosistem teknologi peradilan modern dan transformasi budaya digital); dan SSO (Single Sign On).

Kegiatan FGD diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih komprehensif dalam penyusunan Dokumen Grand Design Teknologi Peradilan Konstitusi di Mahkamah Konstitusi T.A. 2022, antara lain pembaruan informasi terkini terkait dengan kebijakan, pedoman, dan standar teknis penyelenggaraan arsitektur SPBE Nasional, serta diperoleh hasil-hasil diskusi kendala dan hambatan penerapannya pada arsitektur instansi pusat; Kebijakan, pedoman, dan standar teknis terkait Satu Data Indonesia dan konteks penerapannya dalam penyelenggaraan sistem peradilan berbasis elektronik; Rekomendasi penggunaan infrastruktur SPBE Nasional antara lain terkait dengan Layanan Pusat Data Nasional berikut kendala dan hambatan yang saat ini dihadapi serta opsi-opsi alternatif yang mungkin digunakan jika diperlukan. (*)

Penulis: Utami Argawati

Editor: Lulu Anjarsari P.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi