MKRI Hadiri Kongres Ke-5 Asosiasi Mahkamah Konstitusi Asia

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) menghadiri  Board of Members Meeting (BoMM) yang menjadi bagian dari  kongres ke-5 Asosiasi Mahkamah Konstitusi Asia dan Institusi Sejenis (The Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions /AACC) pada Kamis (18/8/2022) secara daring. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi Mongolia di Ulaanbaatar ini diikuti oleh beberapa negara peserta, di antaranya Indonesia, Korea Selatan, Turki, Thailand, Mongolia, dan Malaysia.

Delegasi Indonesia dihadiri Ketua MK Anwar Usman, Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah, serta para pejabat MK. Hadir pula sejumlah undangan dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI yaitu Purnomo A. Chandra dan Danardi Haryanto.

Kongres secara resmi dibuka oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mongolia Chinbat Namjil yang sekaligus menjabat sebagai Presiden AACC (Masa Jabatan 2021–2023). Pada pembukaan kegiatan ini, hadir pula Kairat Mami selaku Ketua Dewan Konstitusi Republik Kazakhstan (Presiden AACC Masa Jabatan 2019–2021) dan Zandanshatar Gombojav selaku Ketua Parlemen Negara Bagian Great Khural, Mongolia.

Para delegasi negara yang hadir membahas beberapa agenda di antaranya penyampaian laporan dari perwakilan Sekretariat AACC Indonesia, Turki, dan Korea atas program yang telah dilaksanakan selama periode 2021-2022; membahas permohonan Palestina menjadi anggota AACC; mendiskusikan tentang amendemen statuta tentang bahasa resmi AACC, kepresidenan asosiasi, program asosiasi, anggaran, dan lapoaran keuangan; dan rencana konferensi gabungan pertama Asia dan Afrika yang akan diselenggarakan bersamaan dengan WCCJ di Bali, Indonesia pada Oktober 2022 mendatang.

 

MKRI Berpendapat

Dalam Board of Members Meeting (BoMM) Ketua MKRI Anwar Usman memberikan pendapat yang senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Ketua MK Turki Zuhtu Arslan saat pembahasan tentang usulan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar asosiasi. Sebab, hingga saat ini (Kongres ke-5 AACC), negara anggota AACC yang menggunakan bahasa Arab adalah Aljazair dan Palestina (anggota baru).

“Baru dua negara yang menggunakan bahasa Arab dalam keanggotaan asosiasi ini, jadi masih terlalu dini untuk kita bahas dan menyetujui penggunaan bahasa Arab tersebut dalam organisasi ini. Maka ada baiknya hal ini kita dibicarakan pada pertemuan berikutnya,” usul Anwar.

Berikutnya Anwar juga menyatakan kesepakatan dengan usul Kazakstan dan Turki mengenai periode kepresidenan AACC. Menurut Anwar, penyelenggaraan masa kepresidenan AACC selama dua tahun telah tepat. Hal ini mengingat setiap negara pun telah memiliki agenda kenegaraan lainnya yang membutuhkan persiapan yang sama pentingnya. Oleh karenanya, Anwar sepakat jika agenda AACC diselenggarakan dengan periode dua tahun.

 

Laporan Sektap AACC

Sekretaris Jenderal MKRI M. Guntur Hamzah  yang juga bertindak sebagai Kepala Sekretariat Tetap Bidang Perencanaan dan Koordinasi AACC dalam laporan program kerja Sektap AACC menyebutkan telah menerima permohonan pengajuan keanggotaan AACC dari Negara Palestina yang disertai dengan kelengkapan dokumen yang menjadi persyaratan untuk menjadi anggota AACC. Permohonan ini telah pula diteruskan kepada seluruh anggota AACC untuk kemudian menjadi bahasan dalam kegiatan Board of Members Meeting (BoMM) hari ini.

Tertanggal 15 Agustus 2022 lalu, sambung Guntur, MKRI telah menerima tanggapan dari sepuluh negara anggota AACC atas hal ini. Untuk itu, dalam pertemuan hari ini, Indonesia melalui Ketua MK Anwar Usman menyampaikan pendapat tentang permohonan keanggotaan Palestina.

Berikutnya Guntur melaporkan perjalanan kerja sama antara AACC dengan asosiasi sejenis yang diawali sejak ditandatanganinya beberapa nota kesepahaman sejak lima tahun terakhir. Di antaranya pada 2017 telah dilakukan MoU AACC dengan the Conference of Constitutional Jurisdiction of Africa (CJCA); pada 2019 dilakukan antara AACC dengan the Eurasian Association of Constitutional Review Bodies (EACRB); dan pada 2020 dilaksanakan antara AACC dengan the Conference of European Constitutional Court (CECC). Selanjutnya, sambung Guntur, pada 2022 ini Sektap SPC telah memperoleh mandat dari Presiden AACC untuk kembali menjajaki kerja sama dengan dengan beberapa asosiasi sejenis, yakni The Ibero-American Conference of Constitutional Justice (CIJC); dan The Association of Francophone Constitutional Courts (ACCF).

“Kami telah melakukan komunikasi yang intensif dengan kedua asosiasi tersebut dan saat ini dalam tahap pembuatan draft kerja sama. Apabila pembuatan draft tersebut berjalan lancar, penandatanganan kerja sama akan dilakukan oleh Presiden AACC saat diselenggarakannya WCCJ pada Oktober 2022 mendatang di Bali, Indonesia” kata Guntur.

 

Sebagai tambahan informasi, Organisasi Perkumpulan Mahkamah Konstitusi di kawasan Asia, Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC), dibentuk dengan mempertimbangkan kebutuhan akan kerja sama yang erat antara mahkamah konstitusi serta institusi sejenis yang melaksanakan yurisdiksi konstitusional demi perkembangan demokrasi dan rule of law di Asia. Selain itu, asosiasi ini juga diharapkan menjadi suatu wadah untuk pertukaran pengalaman dan informasi serta untuk mendiskusikan masalah terkait praktik dan yurisprudensi konstitusional yang bermanfaat bagi perkembangan mahkamah konstitusi dan institusi sejenis di regional Asia.

Ide awal pembentukan AACC dimulai dengan adanya pertemuan antara beberapa Mahkamah Konstitusi di Asia, termasuk Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, pada bulan September 2005 di Ulanbataar, Mongolia yang menyepakati perlunya pembentukan sebuah asosiasi mahkamah konstitusi di wilayah Asia dan untuk itu perlu dilakukan pertemuan-pertemuan lanjutan guna membahas hal-hal yang dibutuhkan untuk pendirian asosiasi baru tersebut.

Dalam pertemuan lanjutan yang diselenggarakan pada tanggal 12 Juli 2010 di Jakarta, negara-negara menandatangani Deklarasi Jakarta yang menandai berdirinya AACC secara resmi. Penandatangan deklarasi tersebut, yaitu Indonesia, Korea, Malaysia, Mongolia, Filipina, Thailand dan Uzbekistan ditetapkan sebagai negara pendiri AACC.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi