Arief Hidayat Jelaskan Hak Warga Negara dalam Konstitusi

MEDAN, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan kuliah umum bertema “Hak Konstitusional Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan” di Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah, Medan, Sumatera Utara, pada Jumat (15/7/2022). Dalam pemaparannya, Arief menyebut masyarakat Indonesia yang heterogen diatur di bawah satu dasar hukum yang sama, yakni Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Sebagai sumber hukum tertinggi, Konstitusi menjadi pedoman hukum yang sama bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Indonesia sangat susah dikelola karena penduduknya bersifat heterogen. Ada orang yang sudah mengikuti di jaman modern atau era 5.0 yang mana teknologi informasi yang telah canggih. Dan saat ini masih ada orang-orang seperti pada jaman abad lampau. Namun semuanya diatur oleh hukum atau konstitusi yang sama,” ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, Arief mencontohkan mengenai pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang diatur dalam Pasal 18 UUD 1945. Ia menyebut Pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Pada awal reformasi, lanjutnya, gubernur, bupati, dan walikota dipilih oleh DPRD.

“Sewaktu kita mempraktikkan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota oleh DPRD, justru terjadi masalah. Ada money politic terhadap anggota DPRD, beli 50% plus 1, bisa menjadi bupati. Padahal sistem pemilihan lewat DPRD juga dipraktikkan di luar negeri. Tapi tidak ada masalah dan demokratis. Namun di Indonesia justru terjadi masalah,” tutur Arief.

Pada akhirnya, Arief melanjutkan elite politik mengubah aturan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dilakukan oleh rakyat secara demokratis. Kenyataannya, Arief mengungkapkan permasalahan tetap terjadi. Banyak pelanggaran yang menurutnya bermuara ke Mahkamah Konstitusi.

Hak Pendidikan

Selain itu, Arief yang hadir secara luring menyampaikan hak konstitusional untuk bidang pendidikan telah jelas diatur dalam Pasal 31 UUD 1945 . “(Aturan) itu sangat baik, sangat sempurna tetapi dalam pelaksanaannya masih menemui tantangan dan hambatannya,” ujar Arief.

Dikatakan Arief, apabila tingkat kesetaraan masyarakat Indonesia sangat meningkat otomatis anggaran yang digunakan untuk kepentingan pendidikan juga akan semakin meningkat.  Terkait hak terhadap pendidikan, Muhammad Khairul Imam yang merupakan salah seorang mahasiswa mempertanyakan mengenai hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan pendidikan.

“Saya bingung hak konstitusional warga negara yang mana? Warga negara siapa? Karena ada kriterianya warga negara yang miskinkah, warga negara yang sedang atau warga negara yang kaya? Terkadang rekan-rekan mahasiswa bingung hak konstitusionalnya seperti apa. Apa yang menjadi landasan hukum dan pasal apa yang diterapkan?” ujar Muhammad Khairul Imam.

Menjawab pertanyaan tersebut, Arief mengatakan dalam Konstitusi terdapat dua pengaturan mengenai penduduk. Menurutnya, penduduk berarti warga negara asing dan warga negara Indonesia.

“Itu diatur dua-duanya. Misalnya diatur mengenai kebebasan memeluk agama dan keyakinannya itu menyebutkannya penduduk Indonesia. Tetapi ini hak konstitusional warga hanya menunjuk pada warga negara. Jadi yang dimaksud warga negara ya seluruh warga negara Indonesia baik yang hidup maupun yang mendiami wilayah dari sabang hingga Merauke yang mempunyai KTP Indonesia maupun keturunan orang Indonesia itu yang dimaksud warga negara kriterianya setiap warga negara Indonesia,” terang Arief.

Sementara Dinda Puspa Utami yang merupakan mahasiswa UMN menanyakan terkait jaminan pendidikan dalam Konstitusi bagi warga negara. Lebih lanjut Arief menyebut, semua orang wajib mendapatkan pendidikan dasar sebagaimana diatur dalam Konstitusi.

“Masalah ada atau tidaknya yang ingin menyekolahkan atau fasilitas yang kurang, bukanlah kesalahan terminologi frasa tetapi terdapat dalam implementasi. Implementasi tergantung pada situasi dan kondisi yang bermacam-macam.  Dan hal itu yang menyebabkan semua orang tidak dapat mendapatkan fasilitas yang sama. Akan tetapi yang dimaksud frasa warga negara itu adalah warga negara Indonesia, siapapun orangnya,” jawab Arief.

Kemudian, berkenaan dengan wujud perlindungan hak asasi warga negara, Arief menegaskan bahwa hal tersebut dijamin oleh negara. Tetapi hal tersebut dilakukan dengan pemetaan. “Semua dijamin oleh negara untuk mendapatkan Pendidikan, tetapi itu tadi ada kriteria-kriterianya,” tandasnya.

Nota Kesepahaman

Dalam kesempatan tersebut, MK melakukan penandatanganan nota kesepahaman UMN Al Washliyah terkait peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara dan mutu pendidikan tinggi hukum. Sekretaris Jenderal M. Guntur Hamzah hadir untuk menandatangani secara langsung nota kesepahaman tersebut mewakili MK. Sementara pihak UMN Al Washliyah diwakil oleh Rektor KRT Hardi Mulyono K. Surbakti.

“Hari ini, kami mendapatkan kesempatan yang luar biasa dengan ditandatanganinya MOU antara Mahkamah Konstitusi dengan UMN Al Washliyah. Kepada segenap civitas akademika, karena sesungguhnya MOU yang ditandatangani tadi akan membawa tanda kemajuan bagi UMN Al Washliyah ke depan. Kita berharap dengan UMN tersebut akan bertambah wawasan, pengalaman, dan lainnya kepada kita,” ucap Hardi usai penandatanganan nota kesepahaman.

Sementara itu, Sekjen MK M. Guntur Hamzah menyampaikan penandatanganan nota kesepahaman tersebut menandakan bahwa UMN Al Washliyah sebagai friends of the court dari MK. “Tidak hanya sebagai mitra strategis, tapi juga sebagai mitra intelektual Mahkamah Konstitusi,” sebut Guntur.

Guntur juga mengungkapkan bahwa salah satu bentuk MK berusaha hadir untuk melayani masyarakat seluruh Indonesia, yakni melalui kerja sama dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia.  “Mahkamah Konstitusi hadir di perguruan tinggi besar, menengah, maupun kecil hingga perguruan tinggi di daerah perbatasan. Itu mestinya Mahkamah Konstitusi hadir. Dengan cara itulah, Mahkamah Konstitusi dapat meneguhkan jati diri sebagai pengawal Konstitusi,” tandas Guntur.(*)

Penulis: Utami Argawati/LA

Editor: Lulu Anjarsari P.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi