Ketua MK Resmi Buka PPHKWN bagi UK Maranatha

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Universitas Kristen Maranatha menyelenggarakan kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara (PPHKWN). Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman pada Selasa (14/9/2021) malam secara daring di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor.  

Ketua MK dalam ceramah kunci menjelaskan sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Sejak Indonesia merdeka pada 1945, UUD 1945 telah mengalami beberapa kali pasang surut. Anwar menjelaskan, UUD 1945 hasil bentukan BPUPKI dan PPKI pasca Proklamasi kemerdekaan, pernah diganti pada masa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 1949. Namun Konstitusi RIS banyak mendapat pertentangan hingga dibentuklah Undang-Undang Dasar Sementara pada 1950 (UUDS 1950). 

Selanjutnya, pada 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih anggota konstituante. Semula para anggota konstituante yang terpilih dalam Pemilu 1955 diharapkan dapat membuat UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950. Namun ternyata harapan tersebut menemui jalan buntu karena para anggota konstituante tidak mencapai kesepakatan. Lalu pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit yang antara lain memuat pembubaran konstituante dan menyatakan tidak berlakunya UUD Sementara 1950 serta kembali ke UUD 1945.

Anwar menerangkan, pasca Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, UUD 1945 seolah menjadi barang sakral yang tidak boleh menjadi bahan diskusi atau perdebatan, apalagi untuk diubah. Setelah reformasi bergulir sejak 21 Mei 1998, sakralisasi terhadap UUD 1945 berakhir. Tuntutan demokratisasi muncul di mana-mana seiring dengan derasnya arus reformasi yang menghendaki perubahan konstitusi.

“Oleh karena itu, setelah beralihnya rezim kekuasaan Orde Baru ke Orde Reformasi pasca Pemilu 1999, perubahan konstitusi pun dimulai. Perubahan itu kemudian diwujudkan dalam empat tahap proses perubahan UUD 1945 sejak 1999 hingga 2002. Perubahan konstitusi dipandang menjadi suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan,” kata Anwar. 

 

Perubahan UUD 1945 dan Lahirnya MK

Anwar menjelaskan, setidaknya terdapat beberapa alasan pokok yang menyebabkan perlunya perubahan UUD 1945, karena UUD 1945 tidak cukup mampu mendukung penyelenggaraan negara yang demokratis dan menegakkan hak asasi manusia. Hal ini antara lain karena ketiadaan pembatasan kekuasaan Presiden yang pasti, sehingga memungkinkan Presiden untuk dipilih kembali dalam setiap kesempatan pemilu. Alasan lainnya, paham supremasi MPR yang cenderung mudah didominasi oleh partai pemenang pemilu yang notabene adalah partai penguasa, sehingga menyebabkan tidak adanya sistem checks and balances antarcabang kekuasaan negara.

Selanjutnya Anwar memaparkan lahirnya MK. Cikal bakal lahirnya pemikiran tentang keberadaan MK di Indonesia, sebenarnya telah dimulai saat pembahasan UUD 1945. Pemikiran tersebut digagas oleh Muhammad Yamin. Ketika pembahasan rancangan UUD oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Yamin mengatakan pentingnya sebuah lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan untuk membanding undang-undang. Namun pemikiran tersebut ditolak dengan beberapa alasan. Antara lain karena saat itu bangsa Indonesia baru saja merdeka, sehingga para sarjana hukum di Indonesia belumlah banyak. Alasan berikutnya, tugas hakim adalah menerapkan undang-undang, bukan menguji undang-undang. Kemudian, Indonesia tidak menganut pahamTrias Politica, melainkan distribution of power.

Saat pembahasan untuk mengubah UUD 1945 dalam Era Reformasi, tutur Anwar, pendapat mengenai pentingnya suatu lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan membanding undang-undang muncul kembali. Dalam perkembangannya, ide pembentukan MK mendapat respons positif dan menjadi salah satu materi perubahan UUD yang diputuskan oleh MPR. Setelah melalui proses pembahasan mendalam, cermat dan demokratis, akhirnya ide pembentukan MK menjadi kenyataan, dengan disahkannya Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945 yang menjadi bagian Perubahan Ketiga pada Sidang Tahunan MPR 2001 pada 9 November 2001.

Akhirnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dibentuk pada 13 Agustus 2003. Adapun kewenangan MK yaitu menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu, serta memutus pendapat DPR apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan perbuatan melanggar hukum. 

 

Budaya Sadar Berkonstitusi 

Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah saat menyampaikan laporan kegiatan ini mengatakan, MK mengajak seluruh komponen masyarakat, dunia kampus maupun anggota masyarakat lainnya untuk secara bersama-sama senantiasa meningkatkan pemahaman terhadap UUD 1945.

“Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi tidak pernah luput untuk mengajak dunia kampus, termasuk di dalamnya Universitas Kristen Maranatha yang dikenal sebagai friend of the court dari Mahkamah Konstitusi. Sehingga seringkali Mahkamah Konstitusi mengadakan kegiatan bekerja sama dengan Universitas Kristen Maranatha,” ujar Guntur.

Guntur mengungkapkan, kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Civitas Akademika Universitas Kristen Maranatha ini merupakan ikhtiar dari MK dan Universitas Kristen Maranatha agar senantiasa bersama-sama meningkatkan pemahaman hak konstitusional warga negara, serta meningkatkan budaya sadar berkonstitusi di lingkungan civitas akademika Universitas Kristen Maranatha.

 

Menyamakan Persepsi 

Dekan Fakultas Hukum Universitas Maranatha, Christian Andersen dalam kata sambutan menyatakan kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Civitas Akademika Universitas Kristen Maranatha sangat penting untuk berpartisipasi dalam menyamakan persepsi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman hak konstitusional warga negara.

“Kami sebagai bagian dari warga negara Indonesia sangat berterima kasih bisa mendapatkan informasi dari berbagai aspek yang sudah disampaikan Mahkamah Konstitusi. Puji syukur Mahkamah Konstitusi sudah menjalankan tugasnya mengadili dan memutus banyak sengketa kepala daerah hingga pemilihan presiden, sampai mendapatkan Rekor MURI,” kata Christian.

Partisipasi Universitas Kristen Maranatha pertama dengan MK, tutur Christian, terjadi beberapa tahun lalu, saat Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha mengikuti acara Debat Konstitusi antarmahasiswa se-Indonesia yang diselenggarakan MK.

Kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Civitas Akademika Universitas Kristen Maranatha ini belangsung pada Selasa-Jumat, 14-17 September 2021. Christian sangat bersyukur para anak didiknya dapat mengikuti kegiatan selama 4 hari ini di tengah pandemi Covid-19. 

 

Penulis: Nano Tresna Arfana.

Editor: Nur R.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi