Sekjen MK Bahas Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amendemen UUD 1945

JAKARTA, HUMAS MKRI - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (Sekjen MK) M. Guntur Hamzah menjadi narasumber dalam Kuliah Kerja Profesi III (KKP III) Tahun Anggaran 2021, pada Kamis (2/9/2021) pagi secara daring. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kepolisian Republik Indonesia bekerja sama dengan MK ini bertema “Strategi Pembinaan Hukum Guna Meningkatkan Sinergitas Antar Lembaga untuk Mendukung Pembangunan Nasional.”  

Dalam paparannya, Guntur menjelaskan sistem ketatanegaraan Indonesia. Ia mengatakan, sejak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) diamendemen, salah satu lembaga yang diusulkan adalah MK. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kemurnian konstitusi. 

“Konstitusi kita ini merupakan produk hukum tertinggi di negara kita, diposisikan sebagai landasan yang supreme, sumber dari segala sumber hukum yang ada bersama dengan Pancasila. Hal tersebut karena UUD 1945 dalam pembukaannya adalah Pancasila. Sehingga tidak mengherankan apabila Pancasila dan UUD 1945 seperti satu keping mata uang yang memiliki dua sisi. Tidak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan,“ ungkap Guntur dalam kegiatan yang juga dihadiri oleh Kombes Budi Indra Dermawan. 

Menurut Guntur, meskipun telah memiliki Mahkamah Agung (MA) Indonesia perlu ada institusi yang dapat melakukan tugas-tugas mengawal konstitusi. 

“Di negara kita praktek berkonstitusi rendah. Oleh karena itu, perlu ada institusi yang dapat menjalankan tugas-tugas untuk mengawal konstitusi,” ujar Guntur secara daring. 

Lebih lanjut Guntur mengatakan bahwa hal tersebut sama dengan pada waktu reformasi, dengan adanya praktek-praktek yang bersifat koruptif di masa Orde Baru, maka perlu didirikan KPK. Padahal di negara-negara lain tidak memiliki KPK. Pembentukan sebuah lembaga apalagi lembaga negara yang diamanatkan oleh UUD 1945 tidak semudah membandingkan negara lain yang tidak memilikinya. 

Dalam konteks inilah, sambung Guntur, kita melihat negara-negara modern lainnya sukses mendirikan lembaga konstitusi. Indonesia merupakan negara ke-86 yang mendirikan MK. Pada beberapa negara, praktek konstitusi ketika terbentuknya MK terdapat perubahan yang signifikan. Praktek berkonstitusinya berjalan dengan baik dan masyarakat memahami hak konstitusi warga negara. 

Guntur juga menjelaskan, MK di Indonesia tidak dituangkan kedalam UU tetapi dituangkan ke dalam UUD 1945. Tujuannya untuk memastikan bahwa keberadaan MK sangat kuat. Hal ini menandakan bahwa komitmen negara Indonesia sangat kuat terkait keberadaan MK. Oleh karena itu, pasca perubahan UUD 1945, MK merupakan salah satu dari 8 lembaga negara yang kewenangannya diatur oleh UUD 1945 termasuk di dalamnya Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, KY, MA. Semua ini lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945. 

“Begitu stategisnya keberadaan MK dimuat dalam UUD 1945 sehingga dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amendemen UUD 1945, terjadi perubahan struktur ketatanegaraan. Yang mana kedudukan lembaga negara menjadi setara. Namun masih banyak warga masyarakat yang belum memahami hal tersebut,” jelasnya. 

Sistem ketatanegaraan kita, Guntur melanjutkan, kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Supremasi yang tadinya ada pada MPR berubah menjadi UUD 1945. Semua harus tunduk pada UUD tersebut. 

Selain itu, Guntur juga menjelaskan mengenai kewenangan MK. Ia mengatakan, MK diberi kewenangan yang sangat strategis yakni kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 

Desain konstitusi kita menempatkan UUD 1945 pada posisi tertinggi. MK tidak segan-segan membatalkan UU, karena hal tersebut merupakan perintah konstitusi. 

“Karena kita negara hukum, maka negara patuh pada konstitusi. Dalam konteks inilah MK dipandang sangat strategis menyangkut putusan-putusan MK,” tegas Guntur.

 

Penuis: Utami Argawati.

Editor: Nur R. 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi