Wakil Ketua MK Tutup Acara Curah Pendapat Desa Konstitusi

JAKARTA, HUMAS MKRI - Wakil ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menutup acara Curah Pendapat Tokoh Adat/Masyarakat Desa Konstitusi, pada Minggu (30/5/202) siang. Dalam acara tersebut, Aswanto mengatakan bahwa desa yang bekerja sama dengan MK tidak hanya sekadar di atas kertas, melainkan memberikan masukan-masukan dari setiap daerah agar dapat memberikan tambahan ilmu wawasan bagi MK. Begitu pula sebaliknya, Desa Konstitusi juga harus mampu memperkenalkan dan memberitahukan kepada masyarakat tentang hak-hak konstitusi warga negara.

“Desa Konstitusi ini sebagai teladan untuk desa lainnya nanti. Oleh karena itu, kita berharap bahwa desa konstitusi mampu meberikan yang terbaik dengan berkontribusi dalam menyelesaikan sengketa adat untuk ke depannya. Jadi kita harus saling men-support satu sama lain,” ujarnya.

Lebih lanjut, Aswanto menegaskan MK harus benar-benar selektif untuk memilih Desa Konstitusi, dikarenakan Desa Konstitusi tersebut akan menjadi Indonesia mini.

“Dimana apa yang terjadi di desa Konstitusi itu, adalah gambaran yang ada di Indonesia juga. Jadi Indonesia mini bisa memberikan informasi informasi yang terjadi di Desa Konstitusi hingga mampu membentuk suatu penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi di setiap daerah bahkan negara,” ujar Aswanto.

Aswanto juga menyinggung Acara Mahkamah Konstitusi Sedunia yang akan direncanakan berlangsung di Bali pada 2022 nanti. “MK Indonesia termasuk MK yg baru namun alhamdulillah banyak MK negara lain yang merujuk kepada MK Indonesia. Sebab itu, melihat desa konstitusi sudah memberikan konstribusi dan sumbangsih kepada MK. Dan Desa Konstitusi adalah partner kita, oleh karenanya kita harus saling menjaga dan membina Desa Konstitusi tersebut. Maka diusahakan kita bisa mengundang perwakilan dari desa konstitusi,” terangnya .

Mengakhiri ceramah kuncinya, Aswanto mengatakan MK adalah rumah kaca, apapun yg terjadi di kedua gedung ini adalah terbuka dan dibuka oleh Mahkamah.

“Karena kita harus transparan. Misalnya ada permohonan pilkada yang masuk, maka orang bisa melihatnya. Begitupun ketika putusan diucapkan maka putusan tersebut harus di serahkan dan di-upload setelah pengucapan putusan tersebut,” tutupnya.

Seperti diketahui acara yang berlangsung selama tiga hari tersebut diikuti oleh 35 peserta dari empat desa. Desa tersebut, antara lain Desa Galesong dari Makassar, Sulawesi Selatan; Kampung Wasur, Merauke;  Desa Bangbang, Bangli, Bali.

Permasalahan Tanah Adat

Pada hari kedua kegiatan tersebut, membahas terkait dengan permasalahan dialami Desa Konstitusi tersebut. Dan dibahas bersama untuk menemukan jalan keluar atau penyelesaian masalah. Dalam kegiatan tersebut, hadir pula Hakim Konstitusi Saldi Isra yang memberikan paparan terkait  isu-isu aktual konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Dalam kesempatan kali ini, Saldi mengungkapkan melihat dari banyaknya permasalahan terkait penyelesaian sengketa tanah adat. Maka desa konstitusi diharapkan dapat memberikan informasi atau permasalahan yang terjadi terkait sengketa tanah adat di empat desa tersebut.

“Setelah permasalahan nanti ditulis kita dapat mencari tahu bahkan belajar dari desa lainnya. Mungkin hal tersebut juga bias membantu MK apabila ada yang mengajukan terkait sengketa tanah. Selain itu, kalau bias setelah selesai permasalahan sengketa tanah adat dapat di bukukan dan bias jadi acuan MK,” ungkapnya.

Usai mendengarkan seluruh permasalahan yang ada di Desa Konstitusi, Sekretaris jenderal MK M. Guntur Hamzah mengatakan Desa Konstitusi melalui MK akan bekerja sama dengan Kemenkumham terkait dengan pembuatan p. Hingga melakukan koordinasi dengan Sekjen Mahkamah Agung terkait peradilan adat.

Selanjutnya, Guntur menyampaikan nantinya sesama Desa Konstitusi akan saling mengenal perbedaan dan praktik di setiap daerah yang tidak akan menjadi permasalahan. “Kita juga akan melakukan perubahan UUD 1945 ke bahasa daerah. Namun hal tersebut harus melihat kultur dan budaya suatu desa. Hal ini sangat penting dikarenakan apabila sudah diterjemahkan. Masyarakat akan lebih mudah memahami,” pungkasnya.(*)

Penulis: Panji Erawan

Editor: Lulu Anjarsari P

Source: Laman Mahkamah Konstitusi