MK Gelar FGD Monev Pelaksanaan Putusan

JAKARTA, HUMAS MKRI – Kegiatan Forum Group Discussion (FGD) kerja sama antara Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember diselenggarakan secara daring pada Sabtu (24/4/2021). Sejumlah pakar selaku narasumber, para pejabat dan pegawai MK, petinggi kampus maupun citivas akademi dari berbagai  dalam kegiatan FGD bertema “Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi” ini.

Kegiatan FGD dibuka oleh Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna yang menyampaikan ucapan terima kasih kepada Mahkamah Konstitusi atas terselenggaranya acara ini serta kepada para pakar dan para peserta yang telah hadir dalam acara ini.

“Kita tidak tahu sudah sejauhmana putusan-putusan MK dilaksanakan di masyarakat. Selama ini masyarakat hanya tahu menang kalah dalam persidangan. Tentu MK punya alasan mengapa kegiatan FGD ini perlu diselenggarakan. Hasil kegiatan ini diharapkan menjadi output dan outcome dalam penegakan konstitusi di negara kita,” kata Iwan.

Evaluasi Pelaksanaan Putusan MK

Sementara itu, Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam kata sambutan menjelaskan implikasi Putusan MK. Dikatakan Guntur, fakta menunjukkan melalui kajian para pakar maupun internal MK, sebagian besar putusan Mahkamah Konstitusi sudah dilaksanakan, meskipun masih ada sebagian yang belum dilaksanakan.

“Tentu ada kondisi-kondisi kenapa hal itu belum bisa dilaksanakan. Dalam kaitan ini, kita paham bahwa kepatuhan, ketaatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari ketaatan hukum pada umumnya. Dalam dunia akademik, kita mengenal konteks Teori Ketaatan Hukum sebagaimana disampaikan pakar bernama H.C Kelman,” kata Guntur.

Menurut Kelman, lanjut Guntur, ketaatan pada hukum setidaknya mengandung tiga klasifikasi. Ketaatan pertama adalah ketaatan formal semata. Orang taat bukan karena memahami esensi putusan pengadilan, tetapi taat karena sanksi, takut pada aparat penegak hukum. Ketaatan kedua adalah ketaatan identifikasi, taat karena merasa merupakan bagian dari produk peraturan atau putusan yang dimaksud. Misalnya, pegawai MK taat pada putusan MK karena sebagai orang yang bekerja di MK.

Selanjutnya, Guntur mengatakan, ketaatan ketiga adalah ketaatan internalisasi sebagai ketaatan masyarakat atau warga negara mentaati peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan. Pada umumnya, ketaatan ini timbul bukan karena takut sanksi atau bagian dari lingkungan, tetapi semata-mata karena merasa bahwa baik peraturan perundang-undangan maupun putusan MK sejalan dengan nilai-nilai yang dipahami dalam rangka membangun sebuah bangsa, kesadaran hukum yang tinggi bagi semua.

“Sementara MK tidak memiliki aparat penegak hukum. Dalam pengertian, tidak ada institusi untuk menegakkan putusan MK. Ketaatan pada putusan MK semata-mata karena masyarakat atau warga negara memahami tentang pentingnya putusan MK,” ucap Guntur.  

Pentingnya Monev Putusan MK

Oleh karena itu, lanjut Guntur, kegiatan FGD ini menjadi hal penting untuk mengetahui sejauhmana putusan MK benar-benar dapat dilaksanakan di masyarakat. Pandangan dan pemikiran para pakar selaku narasumber FGD menjadi masukan bagi MK. Dengan demikian, MK dapat mendesain bentuk strategi pelaksanaan putusan MK yang perlu dilakukan. Monitoring dan evaluasi (Monev) pelaksanaan putusan MK sudah dilakukan beberapa kali oleh MK.

“Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan putusan MK sudah ada output. Tetapi  bagaimana dengan outcome? Tidak hanya output, tetapi kita juga berharap sudah pada level outcome, pada level benefit yang mesti juga kita ketahui. Sehingga pada saatnya nanti, kita paham apa yang diputuskan oleh MK dan kontribusi nilai-nilai yang lahir dari putusan MK seperti apa,” tegas Guntur yang juga menjelaskan bahwa kini MK telah membuat kompilasi UUD di seluruh dunia.

Tidak Miliki Lembaga Eksekutorial

Panitera MK Muhidin juga hadir menyampaikan materi terkait Monitoring dan Evaluasi Putusan Mahkamah Konsitusi. Dalam pemaparannya, ia menyebut bahwa Putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum dan mengikat secara umum atau erga omnes.

“MK tidak memiliki lembaga eksekutorial untuk menjamin pelaksanaan putusannya sehingga tidak terdapat jaminan Putusan MK akan selalu dilaksanakan oleh adressat putusan,” ucap Muhidin dalam kegiatan yang juga dihadiri sejumlah pakar hukum tata negara tersebut.

Oleh karena itu, lanjut Muhidin, mengingat norma dalam UU adalah satu kesatuan sistem, terdapat pelaksanaan putusan yang harus melalui tahapan-tahapan tertentu, bergantung pada substansi putusan.

“Untuk mengetahui apakah putusan MK telah dilaksanakan atau belum oleh para adressat, serta sejauh mana pelaksanaannya, maka perlu adanya pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi,” jelas Muhidin.

Muhidin mengungkapkan secara internal melalui Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan, MK telah melakukan monitoring Pelaksanaan Putusan MK pada 2021. “Triwulan I Tahun 2021 terdapat  21 putusan MK terkait pengujian sejumlah delapan undang-undang. Hasil Monitoring dan Evaluasi Triwulan I 2021 menunjukkan bahwa telah ditindaklanjuti seluruhnya (17 putusan), ditindaklanjuti sebagian (3 putusan), tidak ditindaklanjuti (1 putusan),” ungkap Muhidin.

Usulan

Dalam kesempatan tersebut hadir pula Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana yang melontarkan ide kreatif terkait efektivitas pelaksanaan putusan MK di tengah masyarakat.

“Kita semua sedang memikirkan bagaimana menerapkan metode tentang pelaksaaan putusan MK yang efektif. Saya mencoba dari perspektif pengalaman saya memasuki 7 tahun di posisi direktorat jenderal peraturan perundang-undangan,” jelas Widodo.

Menurut Widodo, langkah monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan putusan MK sudah berjalan cukup baik. Namun, ia menyebut MK tetap harus menyiapkan beberapa instrumen yang diharapkan semakin mengefektifkan hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan putusan. Salah satunya adalah dengan memberikan opini terhadap lembaga/addresat putusan yang melaksanakan putusan MK. “Opini seperti halnya yang dikeluarkan oleh Kemenpan RB dengan WBK atau opini Wajar Tanpa Pengecualian seperti yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan,” paparnya.

Terkait ide mengenai opini kepatuhan hukum, Guntur mengatakan hal tersebut juga merupakan ide yang menarik, bahwa MK membuat indeks kepatuhan hukum terhadap putusan MK. “Ini ide yang bagus. Karena selama ini kami memberikan award berupa Anugerah Konstitusi terhadap kementerian maupun lembaga yang oleh internal MK dipandang patuh melaksanakan putusan MK dan aktif dalam persidangan,” ungkap Guntur.    

Kegiatan FGD Monev Pelaksanaan Putusan MK ini digelar selama tiga hari (24-26 April 2021) dengan menghadirkan 32 narasumber secara luring maupun daring.(*)

Penulis          : Nano Tresna Arfana

Editor            : Lulu Anjarsari P

 

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi