Sekjen MK Bahas Korupsi dari Perspektif Administrasi Negara

JAKARTA, HUMAS MKRI – Topik mengenai korupsi merupakan suatu yang aktual dan harus diikuti dengan semangat menegakkan prinsip negara hukum. Demikian disampaikan oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah saat menjadi narasumber dalam web seminar bertajuk “Korupsi dan Kerugian Negara dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara” bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Senin (22/2/2021) secara daring yang diikuti sebanyak 300 peserta.

“Pemberantasan korupsi harus berlandaskan hukum. Hukumlah yang mengatur sesuatu masuk ke dalam perilaku koruptif,” ucap Guntur yang hadir secara virtual melalui aplikasi Zoom dari ruang kerjanya di Gedung MK. 

Guntur menjelaskan korupsi merupakan tindak pidana yang erat hubungannya dengan kerugian negara. Ia menyebut dalam UU 31/1999 juncto UU 20/2001 menyatakan bahwa tindak pidana korupsi adalah perbuatan melawan hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan atau perekonomian negara dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Menurut Guntur, berbicara tentang korupsi ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, perbuatan yang memenuhi unsur melawan hukum. Kedua, mens rea atau tindakan berdasarkan motif untuk keuntungan pribadi atau jabatan. 

“Sesuatu dikatakan korupsi jika terjadi pelanggaran hukum dan ada motif yang menguntungkan. Tidak hanya menguntungkan diri sendiri atau golongan,” ujar Guntur.

Selanjutnya, Guntur menambahkan, unsur tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU 31/1999 juncto UU 20/2001 tersebut terkesan sangat luas. Akibatnya, banyak perbuatan pejabat administrasi negara yang dilakukan dengan keputusan administrasi negara di kemudian hari dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi karena ditemukan adanya bukti bahwa suatu keputusan administrasi negara tersebut menimbulkan kerugian bagi perekonomian atau keuangan negara. 

Melihat Motif

Selain itu, Guntur mengungkapkan untuk melihat adanya korupsi dalam penggunaan anggaran negara dapat dilihat dari perbuatan melawan hukum dan ada motif. “Jika ada keduanya, meskipun tidak melanggar peraturan, namun sudah ada motif, maka sudah terpenuhi perilaku koruptif,” ucapnya.

Guntur menguraikan ada tiga kriteria untuk melihat motif dalam suatu kegiatan. Pertama, apakah sebuah kegiatan atau program sudah tersedia anggaran. Kedua, apakah proses kegiatan tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Ketiga, semua perbuatan dilakukan dengan bersih. 

“Bersih dimaksud dengan bersih niat, pikiran, perilaku, dan tindakan-tindakannya. Jika sudah memiliki perilaku bersih, maka itu bisa dijadikan dasar bahwa pejabat tersebut tidak menyalahgunakan kewenangan,” paparnya.

Guntur juga bertutur mengenai asas umum pemerintahan yang baik, terutama terkait dengan bagaimana seorang pejabat menghadapi situasi yang sulit. Menurut Guntur, pejabat administrasi pemerintahan harus diberikan semacam ‘lampu untuk menuntun’ agar tidak keluar dari koridor kewenangan. UU 30/2014 menekankan pada kewajiban menerapkan asas hukum pemerintahan yang baik. 

“Jika dia sudah menggunakan wewenang dengan baik dan menjalankan asas hukum pemerintahan yang baik, maka tidak ada ruang bagi aparat penegak hukum menuduh pejabat tersebut melakukan korupsi,” jelas Guntur.

 

Putusan MK

Terkait Putusan MK, Guntur menjelaskan MK telah mengeluarkan beberapa putusan terkait tindak pidana korupsi. Seiring berjalannya waktu, ia menyebut ada pergeseran makna kerugian keuangan negara pada tindak pidana korupsi dalam Putusan MK. 

Dalam Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006, kerugian negara merupakan delik formal (formeel delict) yaitu delik yang telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Artinya, delik ini berorientasi pada perbuatannya dengan mengesampingkan akibat. Sementara, dalam Putusan MK Nomor 5/PUU-XIV/2016, pada perkembangannya MK mengubah makna konstitusional unsur kerugian keuangan negara tersebut menjadi delik materil.

Guntur pun menyampaikan agar para mahasiwa menanamkan semangat untuk bersih sehingga jauh dari perilaku korupsi. Dalam webinar tersebut, hadir pula Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Istislam dan AAA. Nanda Saraswati sebagai pemateri.

Penulis: Lulu Anjarsari.

Editor: Nur R.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi