Pembahasan Penyusunan Yurisprudensi Putusan dengan HSF dan Universitas Jember

JAKARTA, HUMAS MKRI - Hanns Seidel Foundation (HSF) menyelenggarakan workshop yang bertajuk “Penyusunan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Jaminan Partisipasi Publik di Berbagai Undang-Undang” bekerja sama dengan Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Universitas Jember. Dalam acara yang dihadiri oleh Rektor Universitas Jember Iwan Taruna; Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Widodo Ekatjahjana; dan peserta workshop secara daring.

Dalam kesempatan itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan Sekretaris Jendral MK M. Guntur Hamzah hadir sebagai pembicara kunci dalam acara yang diselenggarakan di Jember pada Ahad (24/1/2021). Anwar mengucapkan rasa salut dan bangga, atas digagasnya pelaksanaan kegiatan ini oleh Puskapsi Fakultas Hukum Universitas Jember yang bekerja sama dengan HSF untuk mengkaji, mengumpulkan, membahas, dan pada akhirnya akan membukukan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan Jaminan Partisipasi Publik.

Dalam hal ini, Anwar melihat dari pelaksanaan kegiatan terdapat dimensi yang pertama, yaitu wujud tanggung jawab akademik dalam rangka membangun kesadaran sekaligus pemahaman tentang pentingnya partisipasi publik dan jaminan partisipasi publik di dalam berbagai kebijakan yang dilahirkan oleh pemangku kewenangan khususnya dalam bentuk undang-undang yang telah menjadi putusan MK. Kemudian, meningkatnya kesadaran dan pemahaman publik terhadap putusan MK, tentang jaminan partisipasi publik di dalam pembentukan undang-undang, maka hal tersebut tentu akan memberikan dampak langsung yang sangat signifikan di dalam menjaga konstitusionalitas bernegara.

“Hal ini merupakan wujud konkret kita sebagai warga negara, di dalam melaksanakan amanat konstitusi, yaitu mewujudkan negara yang berdasarkan atas hukum yang demokratis, atau negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, sebagaimana diamanatkan Pasal 1 UUD 1945,” ujar Anwar.

Kemudian, Anwar menyampaikan penyusunan yurisprudensi Putusan MK terkait jaminan partisipasi publik di berbagai undang-undang, tentunya akan memberikan wawasan dan pengetahuan tersendiri bagi pembacanya kelak. Meski konsepsi negara hukum di Indonesia tidak menggunakan sistem stare decisis. Ia melanjutkan kumpulan Putusan MK yang tersusun kelak, dapat digunakan sebagai rujukan terhadap perkara-perkara sejenis yang mungkin timbul dikemudian hari. Meski tentunya harus diiringi pula dengan pemahaman bahwa setiap perkara bisa memiliki karakteristiknya masing-masing, dan bisa pula MK keluar dari pendiriannya semula, dari putusan sebelumnya karena alasan dan pertimbangan hukum yang berbeda.

“Dari perspektif teori, istilah negara hukum merupakan terjemahan rechtsstaat atau the rule of law. Namun demikian, meskipun rechtsstaat atau the rule of law dimaknai sebagai negara hukum, akan tetapi dua istilah tersebut memiliki latar belakang berbeda karena berasal dari tradisi hukum yang berbeda pula,” kata Anwar.

Anwar menyebut keduanya sama-sama mengakui prinsip perlindungan HAM melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak antara rechtsstaat dan the rule of law memiliki latar historis dan pelembagaan yang berbeda pula.

“Yang pertama Rechtsstaat. Ini dianut oleh banyak negara Eropa Kontinental yang menganut sistem civil law. Sedangkan the rule of law, lebih banyak dianut oleh negara-negara dengan tradisi hukum Anglo Saxon yang berbasis sistem common law. Dalam operasionalisasinya, civil law lebih menitikberatkan pada administrasi, sedangkan common law pada aktivitas judisial. Lebih lanjut, konsep rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian menjadi rechtmatigheid, sedangkan rule of law mengutamakan equality before the law yang memberi kebebasan kepada hakim untuk menciptakan hukum demi keadilan,” papar Anwar.

Atas dasar itulah, konsep negara hukum Indonesia menerima prinsip kepastian hukum yang menjadi elemen utama rechtsstaat, sekaligus menerima pula prinsip rasa keadilan dari the rule of law. Hukum tertulis dan segala ketentuan proseduralnya diterima tetapi diletakkan dalam konteks menegakkan keadilan. Dalam hal ini, hukum tertulis yang menghalangi tercapainya keadilan dapat saja diabaikan melalui penciptaan hukum baru oleh hakim.

Di akhir paparannya, Anwar menyampaikan dari konsepsi negara hukum Indonesia yang demikian, maka Indonesia memiliki sistem hukum yang khas, yakni sistem hukum yang dilandasi oleh falsafah bangsa yang dikenal dengan Pancasila. Falsafah bangsa dimaksud yang telah diturunkan dalam batang tubuh UUD 1945, merupakan prismatik antara rechtstaats dan the rule of  law.

“Sistem hukum kita tentunya memiliki kekhasan tersendiri dengan mengambil sisi baik dari konsep rechtsstaat maupun the rule of law dan juga sistem-sistem hukum lain yang ada sebelumnya seperti dalam hukum adat serta hukum agama. Demikian yang disampaikan oleh ketua Mahkamah Konstitusi dalam kesempatan acara tersebut,” terang Anwar.

Partisipasi Publik

Kemudian Sekjen MK M. Guntur Hamzah menyampaikan partisipasi publik dapat diartikan sebagai proses saat perhatian, kebutuhan, dan nilai publik dimasukkan ke dalam pengambilan keputusan pemerintah ataupun perusahaan. Proses ini merupakan komunikasi dan interaksi dua arah dengan tujuan terbentuknya keputusan yang lebih baik yang didukung oleh publik.

Partisipasi publik dalam penyusunan dan pengambilan keputusan pemerintah menjadi salah satu proses penting pada negara yang demokratis. Partisipasi publik bahkan telah menjadi persyaratan hukum bagi pengambilan keputusan. Berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, telah berkomitmen untuk memastikan partisipasi publik dan akses terhadap informasi diterapkan dalam pengambilan keputusan. (*)

Penulis            : Hendy Prasetya

Editor               : Lulu Anjarsari

Source: Laman Mahkamah Konstitusi